Rabu, 03 November 2010

Intisari Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010



Intisari ini diambil dari PEARTURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.

Intisari diambil berdasarkan perubahan terbaru hasil penyempurnaan yaitu Pasal-pasal yang terkait dengan Pendidikan Tinggi sebagai bahan penyesuaian pendidikan tinggi dalam mendirikan, merubah status maupun perubahan BHMN.

INTI SARI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 66 TAHUN 2010
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010
TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
2.Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
6.Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
17.Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
17A. Akademi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam 1 (satu) cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni tertentu.
19.Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.

Pasal 53A
(1)Satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib mengalokasikan tempat bagi calon peserta didik berkewarganegaraan Indonesia, yang memiliki potensi akademik memadai dan kurang mampu secara ekonomi, paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan peserta didik baru.
(2)Satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib menyediakan beasiswa bagi peserta didik berkewarganegaraan Indonesia yang berprestasi.
(3)Satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib menyediakan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik berkewarganegaraan Indonesia yang tidak mampu secara ekonomi dan yang orang tua atau pihak yang membiayai tidak mampu secara ekonomi.
(4)Bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan kepada paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh peserta didik.
(5)Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dapat mengalokasikan beasiswa bagi warga negara asing.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 53B
(1)Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah wajib menjaring peserta didik baru program sarjana melalui pola penerimaan secara nasional paling sedikit 60% (enam puluh persen) dari jumlah peserta didik baru yang diterima untuk setiap program studi pada program pendidikan sarjana.
(2)Pola penerimaan secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk penerimaan mahasiswa melalui penelusuran minat dan bakat atau bentuk lain yang sejenis.
(3)Peserta didik baru yang terjaring melalui pola penerimaan secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk peserta didik yang tidak mampu secara ekonomi dan yang orang tua atau pihak yang membiayai tidak mampu secara ekonomi.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pola penerimaan secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 58D
(1)Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah memiliki paling sedikit 4 (empat) jenis organ yang terdiri atas:
a.rektor, ketua, atau direktur yang menjalankan fungsi pengelolaan satuan pendidikan tinggi;
b.senat universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, atau politeknik yang menjalankan fungsi pertimbangan dan pengawasan akademik;
c.satuan pengawasan yang menjalankan fungsi pengawasan bidang non-akademik;dan
d.dewan pertimbangan yang menjalankan fungsi pertimbangan non-akademik dan fungsi lain yang ditentukan dalam statute satuan pendidikan tinggi masing-masing.
(2)Nama organ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d diatur dalam statuta satuan pendidikan tinggi masing-masing.
(3)Ketentuan mengenai jumlah dan jenis organ selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam statuta satuan pendidikan tinggi masing-masing.

Pasal 58E
(1)Rektor, ketua, atau direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58D ayat (1) huruf a diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atau Menteri Agama, sebagai pemimpin satuan pendidikan tinggi.
(2)Rektor, ketua, atau direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh beberapa unsur pimpinan pada tingkat satuan pendidikan tinggi dan/atau pada tingkat fakultas atau sebutan lain yang sejenis.
(3)Jumlah dan jenis unsur pimpinan satuan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam statuta satuan pendidikan tinggi masing-masing atas persetujuan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
(4)Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian rektor, ketua, atau direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri --> Permendiknas no 28 Tahun 2010 tgl 5 oktober 2010

Pasal 58F
(1)Tata kelola satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai berikut:
a.rektor, ketua, atau direktur menjalankan otonomi perguruan tinggi untuk dan atas nama Menteri dalam bidang pendidikan tinggi, penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan bidang lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
b.senat universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, atau politeknik memberi pertimbangan dan melakukan pengawasan terhadap rektor, ketua, atau direktur dalam pelaksanaan otonomi perguruan tinggi bidang akademik;
c.satuan pengawasan melakukan pengawasan pelaksanaan otonomi perguruan tinggi bidang non akademik untuk dan atas nama rektor, ketua, atau direktur;
d.dewan pertimbangan member pertimbangan otonomi perguruan tinggi bidang non-akademik dan fungsi lain sesuai statuta kepada rektor, ketua, atau direktur.
(2)Otonomi perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas kewenangan rektor, ketua, atau direktur menentukan secara mandiri satuan pendidikan yang dikelolanya antara lain dalam:
a. bidang manajemen organisasi, yaitu:
1.rencana strategis dan operasional;
2.struktur organisasi dan tata kerja;
3.sistem pengendalian dan pengawasan internal; dan
4.sistem penjaminan mutu internal, yang ditetapkan oleh rektor, ketua, atau direktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. bidang akademik, yaitu:
1. norma, kebijakan, dan pelaksanaan pendidikan:
a)persyaratan akademik mahasiswa yang akan diterima;
b)pembukaan, perubahan, dan penutupan program studi;
c)kerangka dasar dan struktur kurikulum serta kurikulum program studi;
d)proses pembelajaran;
e)penilaian hasil belajar;
f)persyaratan kelulusan; dan
g)wisuda.
2.norma, kebijakan, serta pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
c. bidang kemahasiswaan, yaitu:
1.norma dan kebijakan kemahasiswaan;
2.kegiatan kemahasiswaan intrakurikuler dan ekstrakurikuler;
3.organisasi kemahasiswaan; dan
4.pembinaan bakat dan minat mahasiswa.
d.bidang sumber daya manusia, yaitu:
1.norma dan kebijakan pengelolaan sumber daya manusia;
2.persyaratan dan prosedur penerimaan sumber daya manusia;
3.penugasan dan pembinaan sumber daya manusia;
4.penyusunan target kerja dan jenjang karir sumber daya manusia; dan
5.pemberhentian sumber daya manusia, yang ditetapkan oleh rektor, ketua, direktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian.
e.bidang sarana dan prasarana, yaitu:
1.norma dan kebijakan pengelolaan sarana dan prasarana; dan
2.penggunaan sarana dan prasarana, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Otonomi perguruan tinggi dalam:
a.bidang keuangan yaitu:
1.norma dan kebijakan pengelolaan bidang keuangan;
2.perencanaan dan pengelolaan anggaran jangka pendek dan jangka panjang;
3.tarif setiap jenis layanan pendidikan;
4.penerimaan, pembelanjaan, dan pengelolaan uang;
5.melakukan investasi jangka pendek dan jangka panjang;
6.melakukan pengikatan dalam tri dharma perguruan tinggi dengan pihak ketiga;
7.memiliki utang dan piutang jangka pendek dan jangka panjang; dan
8.sistem pencatatan dan pelaporan keuangan.
b.bidang sumber daya manusia yaitu jenis dan besar gaji serta tunjangan yang melekat pada gaji yang diberikan di atas gaji dan tunjangan melekat yang diterima pegawai negeri sipil.
c.bidang sarana dan prasarana yaitu:
1.pembelian dan tatacara pembelian sarana dan prasarana;
2.pencatatan sarana dan prasarana;
3.penghapusan sarana dan prasarana, dapat dijalankan apabila satuan pendidikan tinggi menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan satuan pendidikan tinggi, dan otonomi perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam statute masing-masing satuan pendidikan tinggi yangditetapkan oleh Menteri.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai otonomi perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang sesuai dengan karakteristik pengelolaan satuan pendidikan tinggi ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(6)Dalam hal satuan pendidikan tinggi tidak menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum maka otonomi sebagaimana tercantum pada ayat (3) diatur dengan pola pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

Pasal 58H
(5) Dana untuk biaya investasi, biaya operasional, beasiswa, dan/atau bantuan biaya pendidikan bagi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah disalurkan kepada rektor, ketua, atau direktur dan dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 170
(1)Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, berstatus sebagai pegawai negeri sipil dan non-pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Pendidik dan tenaga kependidikan non-pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat perjanjian dengan kepala sekolah/madrasah atau rektor, ketua, atau direktur.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan isi perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 182
(9)Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk sekolah tinggi, politeknik, dan akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diberikan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur Negara.
(11)Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemberian izin satuan pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (10) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 184
(1)Syarat-syarat pendirian satuan pendidikan formal meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan.
(2)Syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan dalam Standar Nasional Pendidikan.
(3)Selain syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian satuan pendidikan harus melampirkan:
a.hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan formal dari segi tata ruang, geografis, dan ekologis;
b.hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan formal dari segi prospek pendaftar, keuangan, sosial, dan budaya;
c.data mengenai perimbangan antara jumlah satuan pendidikan formal dengan penduduk usia sekolah di wilayah tersebut;
d.data mengenai perkiraan jarak satuan pendidikan yang diusulkan di antara gugus satuan pendidikan formal sejenis;
e.data mengenai kapasitas daya tampung dan lingkup jangkauan satuan pendidikan formal sejenis yang ada; dan
f.data mengenai perkiraan pembiayaan untuk kelangsungan pendidikan paling sedikit untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya.
(4)Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus pula memenuhi persyaratan:
a.memiliki program-program studi yang diselenggarakan secara khas terkait dengan tugas dan fungsi kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bersangkutan; dan
b.adanya undang-undang sektor terkait yang menyatakan perlu diadakannya pendidikan yang diselenggarakan secara khas terkait dengan tugas dan fungsi kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bersangkutan.
(5)Kewenangan membuka, mengubah, dan menutup program studi Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58F ayat (2) huruf (b) butir (1.b) diberikan secara bertahap kepada perguruan tinggi.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai pentahapan pemberian kewenangan untuk membuka dan menutup program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 184A
(1) Perubahan perguruan tinggi dapat dilakukan melalui:
a.perubahan nama dan/atau bentuk dari nama dan/atau bentuk perguruan tinggi tertentu menjadi nama dan/atau bentuk perguruan tinggi yang lain;
b.penggabungan 2 (dua) atau lebih perguruan tinggi menjadi 1 (satu) perguruan tinggi baru;
c.1 (satu) atau lebih perguruan tinggi bergabung ke perguruan tinggi lain;
d.pemecahan dari 1 (satu) bentuk perguruan tinggi menjadi 2 (dua) atau lebih bentuk perguruan tinggi yang lain.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 220D
(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah tetap mengelola satuan pendidikan sampai dilakukan penyesuaian tata kelola paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

Pasal 220F
(1) Pengelolaan pendidikan yang dilakukan oleh Universitas Pertahanan yang sebelumnya adalah Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Universitas Pertahanan dinyatakan masih tetap berlangsung sejak tanggal 31 Maret 2010 sampai Universitas Pertahanan menyesuaikan tata kelola berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Penyesuaian tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
(3)Universitas Pertahanan ditetapkan sebagai perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
(4)Penetapan lebih lanjut Universitas Pertahanan sebagai satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 220G
(1)Pengelolaan keuangan Universitas Pertahanan menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum.
(2)Penetapan penerapan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
(3)Penyesuaian tata kelola keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan paling lambat 31 Desember 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar