Sabtu, 30 Oktober 2010

Paper Individu

Paper ke-3 saya, masih perlu penyempurnaan :

Quo Vadis e-Government di Indonesia ?
Tri Wahyudi, National Crypto Institute tri.wahyudi@stsn-nci.ac.id


Abstract— Pelaksanaan e-Government (e-govt) mengalami kamajuan. Namun kemajuan yang dicapai masih pada tingkat dasar tahapan pelaksanaan e-govt yang baru meliputi peningkatan kemampuan organisasi pemerintahan dan publik dalam mengakses informasi. Dengan kata lain belum terjadi komunikasi dua arah yang efektif antara pemerintah dan masyarakat, apalagi pertukaran “value” secara maksimal yang menjadi ciri transaksi e-govt melalui portal informatif.
Penyebab utama kelambanan pengembangan e-govt di Indonesia adalah masih rendahnya “awareness” sebagian besar pengambil keputusan akan potensi telematika, khususnya e-govt dalam mempercepat proses reformasi; ketiadaan prioritas aplikasi yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi; kurangnya konsistensi dan determinasi pelaksana serta belum dilibatkannya secara maksimal instansi terkait; dan struktur tarif Internet yang masih belum mendukung.
Oleh karena itu pertanyaan Quo Vadis E-Government di Indonesia, menjadi semacam intropeksi dan evaluasi serta sebagai wahana kritik yang membangun sehingga perlu dilakukan revitalisasi penerapan e-govt di Indonesia menjadi sangat penting. Hal ini dapat dilakukan melalui evaluasi program e-govt berjalan, menggencarkan sosialisasi dan konsistensi pelaksanaan e-govt di seluruh pelosok negeri, meningkatkan kinerja organisasi pelaksana dan alokasi RAPBN, serta mencari terobosan sistem pentarifan Internet yang memanfaatkan kompetisi dan asas pelayanan universal (USO). Minimnya infrastruktur tidak selayaknya dijadikan kambing hitam karena tantangan utama saat ini adalah pemanfaatan fasilitas yang sudah ada.
Integrasi teknologi informasi ke dalam pemerintahan menjadi mutlak diperlukan untuk mendukung e-citizen dan e-service dalam konteks pemerintahan modern. Adanya perkembangan yang pesat dalam IPTEK dan lifestyle di masyarakat Indonesia, menjadikan tantangan bagi instansi pemerintah yang bukan sekedar membangun e-govt, tetapi memfungsikan e-govt dalam sendi kehidupan masyarakat sehari-hari.

Kata kunci: e-government, e-govt, telematika, telekomunikasi dan internet.

I. PENDAHULUAN
P
erkembangan teknologi Internet sudah sangat pesat. Aplikasi Internet sudah digunakan untuk e-commerce dan berkembang kepada pemakaian aplikasi Internet pada lingkungan pemerintahan yang dikenal dengan e-government. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berlomba-lomba membuat aplikasi e-government. Pengembangan aplikasi e-government memerlukan pendanaan yang cukup besar sehingga diperlukan kesiapan dari sisi sumber daya manusia aparat pemerintahan dan kesiapan dari masyarakat. Survei di beberapa negara menunjukkan bahwa ada kecenderungan aparat pemerintah untuk tidak melaksanakan kegiatan secara online, karena mereka lebih menyukai metoda pelayanan tradisional yang berupa tatap langsung, surat-menyurat atau telepon.
Kita harus belajar dari penyebab-penyebab kegagalan e-government di sejumlah negara yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: ketidaksiapan sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi informasi, serta kurangnya perhatian dari pihak-pihak yang terlibat langsung.
E-government adalah penggunaan teknologi informasi dan telekomunikasi untuk administrasi pemerintahan yang efisien dan efektif, serta memberikan pelayanan yang transparan dan memuaskan kepada masyarakat. Semua organisasi pemerintahan akan terpengaruh oleh perkembangan e-government ini. E-government dapatlah digolongkan dalam empat tingkatan.
Tingkat pertama adalah pemerintah mempublikasikan informasi melalui website. Tingkat kedua adalah interaksi antara masyarakat dan kantor pemerintahan melaui e-mail. Tingkat ketiga adalah masyarakat pengguna dapat melakukan transaksi dengan kantor pemerintahan secara timbal balik. Level terakhir adalah integrasi di seluruh kantor pemerintahan, di mana masyarakat dapat melakukan transaksi dengan seluruh kantor pemerintahan yang telah mempunyai pemakaian data base bersama.
Di manakah letak Indonesia? Kita baru dapat menggolongkannya sampai tingkat ketiga pada tahun 2010 ini. Umumnya kantor pemerintahan di Indonesia berada pada tingkat kedua dan hanya beberapa saja yang sampai level ketiga dan keempat, mayoritas hanya sebatas memberi informasi kepada masyarakat melalui website. Sebagian kecil kantor pemerintahan sudah pada level kedua dan ketiga, yang di antaranya berupa Sistem Informasi Manajemen Satu Atap (SIMTAP) yang telah dikembangkan oleh beberapa pemerintah pusat dan daerah. Singapura adalah contoh negara yang sudah sampai level keempat yang berupa interaksi antara masyarakat dan seluruh kantor pemerintah.
Saat ini pengguna Internet di Indonesia sudah cukup baik dengan dikelompokkan pada negara-negara berpenetrasi di bawah 20 persen. Bila kita melihat sejarah perkembangan Internet di Indonesia, kita baru mempunyai Internet pada tahun 1994, dipelopori oleh universitas dan lembaga penelitian. Salah satu dari koneksi Internet yang pertama adalah 64 Kbps yang terhubung ke Amerika Serikat dibuka pada bulan Mei 1994 oleh Ipteknet. Disusul oleh Radnet yang meluncurkan jasa operator Internet yang pertama pada bulan Mei 1995. Pada akhir bulan 1995, sudah ada 16 operator Internet, 20 ribu pengguna dan 640 Kbps jaringan internasional internet. Pada awal tahun 2001 telah diterbitkan 150 izin operator jasa Internet. Walaupun banyak operator Internet, namun didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar diantaranya Telkom Net yang mempunyai pelanggan lebih dari 100.000 pada akhir tahun 2000. Pada awal tahun 1997 pemerintah Indonesia hanya memberikan izin jasa operator Internet kepada pengusaha kecil dan menengah, namun karena perusahaan tersebut tidak dapat memberikan pelayanan yang baik, maka perusahaan-perusahaan besar diperbolehkan.
Memperhatikan pelaksanaan e-government (egov) di Indonesia selama kurun waktu 7 tahun terakhir, maka sulit dipungkiri bahwa berbagai program e-govt yang dijalankan pemerintah di kementerian dan lembaga mengalami hambatan dan kendala yang tidak kecil. Kemajuan memang telah berhasil dicapai, namun jika dibandingkan dengan rencana dan target awal, apalagi jika dibandingkan terhadap kemajuan regional, maka perkembangan e-govt kita masih tertinggal dan kalah cepat. Pemahaman bahwa e-govt memang bisa menjadi salah satu alternatif terobosan untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik gagal dipahami oleh sebagian besar pemangku kepentingan (stake holder). Terlebih-lebih lagi peran penting e-govt yang sangat diharapkan untuk memulai budaya kerja efisien yang terbebas dari ketidaktransparanan dan perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pelayanan publik juga sulit direalisasikan.
Kondisi memprihatinkan ini terjadi di berbagai tingkatan birokrasi, baik dari tingkat staf paling bawah hingga ke tingkat paling tinggi. Begitu pula dalam berbagai praktek bisnis di lingkungan swasta. Lemahnya pemanfaatan e-govt di lingkungan birokrasi yang saling terkait dengan masih terbatasnya aplikasi di dunia bisnis telah menyebabkan lambatnya pelaksanaan program e-govt. Karena itu menjadi penting untuk melakukan revitalisasi e-govt di Indonesia secepat-cepatnya jika kita memang tidak mau kehilangan momentum dan semakin tertinggal dari negara lain.
Revitalisasi e-govt ini menjadi semakin penting manakala iklim usaha dan investasi di berbagai sektor lain memperlihatkan kecenderungan yang tidak menggembirakan. Sudah semestinya saat ini pemerintah mempertimbangkan potensi aplikasi telematika di berbagai sektor sebagai salah satu alternatif penggerak roda ekonomi terutama di sektor riil dan jasa. Selain itu, pemberdayaan telematika dan e-govt berpeluang besar membuka lapangan kerja atau mengurangi tingkat pengangguran. Meski tidak berkesinambungan, beberapa aplikasi telematika tertentu di sektor jasa, industri kecil dan menengah, serta pendidikan yang telah digiatkan oleh Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) beberapa tahun lalu kiranya patut dipertahankan agar tidak menjadi mubazir. Tulisan ini menekankan pentingnya melaksanakan revitalisasi e-govt dengan terlebih dahulu membahas beberapa karakteristik e-govt dan membahas kondisi eksisting e-govt dari berbagai sudut pandang.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah penetrasi telepon di daerah-daerah. Telkom dan mitramitra KSO (Kerja Sama Operasi)-nya telah melakukan pembangunan jaringan telepon, namun tidak semua daerah menikmati pembangunan tersebut. Pembangunan e-govt tanpa infrastruktur telekomunikasi yang memadai akan hanya memboroskan biaya saja. Selain infrastruktur telekomunikasi juga harus ada Internet Service Provider (ISP) yang melayani. Belum semua kabupaten di Indonesia dapat berinternet, bahkan beberapa kabupaten di Pulau Jawa belum ada ISP yang melayani daerah tersebut. Puluhan juta orang di Indonesia masih bermimpi untuk memiliki pesawat telepon, apakah e-govt ini akan menambah daftar mimpi tersebut? Seperti ayam dan telur, haruskah kita memulai e-govt atau nanti saja setelah infrastruktur telekomunikasi terpenuhi.
Bila dilihat dari sisi keuntungannya aplikasi e-govt yang merupakan government online mempunyai nilai tambah bagi pemerintah daerah. Keuntungannya antara lain dapat meningkatkan pendapatan daerah dan membuat pemerintah daerah lebih transparan. Perkembangan e-govt dapatlah didorong untuk memberikan manfaat bagi masyarakat yang pada akhirnya akan memberikan pelayanan yang baik dan transparan. Namun perlu memperhatikan masalah pendanaan yang tidak membebani keuangan negara dan daerah pada APBN 2010 dan APBD 2010 bagi provinsi/kabupaten/kota dan memerlukan persiapan yang matang dari pemerintah pusat dan daerah.
II. DEFINISI E-GOVT
The World Bank Group mendefinisikan e-govt sebagai:
E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government.
Definisi lain dari referensi [2]:
Electronic government, or "e-government," is the process of transacting business between the public and government through the use ofautomated systems and the Internet network, more commonly referred to as the World Wide Web.
Pada intinya e-govt adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara Pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business Enterprises), dan G2G (inter-agency relationship).
E-govt ini dapat diimplementasikan dalam berbagai cara. Contoh-contohnya antara lain:
Penyediaan sumber informasi, khususnya informasi yang sering dicari oleh masyarakat. Informasi ini dapat diperoleh langsung dari tempat kantor pemerintahan, dari kios info (info kiosk), ataupun dari Internet (yang dapat diakses oleh masyarakat dimana pun dia berada). Informasi ini dapat berupa informasi potensi daerah sehingga calon investor dapat mengetahui potensi tersebut. Tahukah anda berapa pendapatan daerah anda? Komoditas apa yang paling utama? Bagaimana kualitas Sumber Daya Manusia di daerah anda? Berapa jumlah perguruan tinggi di daerah anda? Di era otonomi daerah, fungsi penyedia sumber informasi ini dapat menjadi penentu keberhasilan.
Penyediaan mekanisme akses melalui kios informasi yang tersedia di kantor pemerintahan dan juga di tempat umum. Usaha penyediaan akses ini dilakukan untuk menjamin kesetaraan kesempatan untuk mendapatkan informasi.
E-procurement dimana pemerintah dapat melakukan tender secara on-line dan transparan.
E-gov didefinisikan sebagai upaya pemanfaatan dan pendayagunaan telematika untuk meningkatkan efisiensi dan cost-effective pemerintahan, memberikan berbagai jasa pelayanan kepada masyarakat secara lebih baik, menyediakan akses informasi kepada publik secara lebih luas, dan menjadikan penyelenggaraan pemerintahan lebih bertanggung jawab (accountable) serta transparan kepada masyarakat.
Bank Dunia (2002) memberikan definsi “E-govt refers to the use of information and communications technologies to improve the efficiency, effectiveness, transparency and accountability of government.”
Beberapa manfaat e-govt adalah :
(1) menurunkan biaya administrasi;
(2) meningkatkan kemampuan response terhadap berbagai permintaan dan pertanyaan tentang pelayanan publik baik dari sisi kecepatan maupun akurasi;
(3) dapat menyediakan akses pelayanan untuk semua departemen atau LPND pada semua tingkatan;
(4) memberikan asistensi kepada ekonomi lokal maupun secara nasional;
(5) sebagai sarana untuk menyalurkan umpan balik secara bebas, tanpa perlu rasa takut.
Berbagai manfaat tersebut pada akhirnya diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan kepemerintahan secara umum.
Prinsip dasar dalam pemanfaatannya untuk pembangunan, diperlukan pemahaman bahwa e-gov (1) hanyalah alat; (2) mempunyai resiko terhadap integrasi data yang sudah ada; (3) bukanlah pengganti management publik dan kontrol internal pemerintahan; (4) masih diperdebatkan peranannya dalam hal mengurangipraktek KKN; (5) juga masih diragukan untuk dapat membantu mengurangi kemiskinan; dan (6) memerlukan kerjasama antar ICT profesional dan pemerintah.
Sebagai salah satu aplikasi telematika yang termasuk baru di bidang kepemerintahan, maka diperlukan waktu dan proses sosialisasi yang memadai agar para pelaku birokrasi dan masyarakat mampu memahami e-govt untuk kemudian mendayagunakan potensinya dan tidak terjebak kepada paradgima lama, project oriented activities.
Pentahapan beberapa negara maju maupun yang sedang berkembang melaksanakan pengembangan e-govt sesuai dengan karakteristik negara masing-masing. Jarang ditemukan negara-negara tersebut melaksanakan tahapan yang sama. Penelitian Parayno (1999) di Philipina dan Kang (2000) menunjukkan bahwa ada negara yang mendahulukan perdagangan (custom) dan e-procurement, ada negara yang memprioritaskan pelayanan pendidikan, ada yang mendahulukan sektor kesehatan, dan ada pula yang mengutamakan kerjasama regional.
Menurut Wescott (2001), dari berbagai langkah dan strategi yang dilaksanakan oleh negara-negara tersebut, secara umum tahapan pelaksanaan e-govt yang biasanya dipilih adalah (1) Membangun system e-mail dan jaringan; (2) Meningkatkan kemampuan organisasi dan publik dalam mengakses informasi; (3) Menciptakan komunikasi dua arah antar pemerintah dan masyarakat; (4) Memulai pertukaran value antar pemerintah dan masyarakat; dan (5) Menyiapkan portal yang informatif. Membangun sistem e-mail dan jaringan biasanya dapat dimulai dengan menginstalasi suatu aplikasi untuk mendukung fungsi administrasi dasar seperti sistem penggajian dan data kepegawaian.
E-govt ini membawa banyak manfaat, antara lain: Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan. Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari kesemua pihak.
Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh, data-data tentang sekolahan (jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan sebagainya) dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk memilihkan sekolah yang pas untuk anaknya.
Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui email atau bahkan video conferencing. Bagi Indonesia yang luas areanya sangat besar, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama. Tidak lagi semua harus terbang ke Jakarta untuk pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua jam, misalnya.
III. INISIATIF E-GOVT DI INDONESIA
Meningkatkan kemampuan organisasi dan publik dalam mengakses informasi bisa dimulai dengan pengaturan workflow yang meliputi file, image, dokumen dan lain-lain dari satu works station ke work station lainnya dengan menggunakan managemen bisnis untuk melaksanakan proses pengkajian, otorisasi¸ data entry, data editing, dan mekanisme pedelegasian dan pelaksanaan tugas. Sementara itu menciptakan komunikasi dua arah bias dilaksanakan dengan menginformasikan satu atau lebih email address, nomor telepon dan facsimile pada website untuk meningkatkan minat dan kesempatan masyarakat dalam menggunakan pelayanan dan memberikan umpan balik. Pertukaran value antar pemerintah dan masyarakat memang harus dimulai secepatnya karena telematika sangat mendukung pelaksanaan pembangunan dan proses interaksi bisnis secara lebih flexible dan nyaman dimana dimungkinkan terjadinya proses pertukaran value atau tata nilai dan informasi dengan pihak pemerintah. Pertukaran value yang dimaksud bukan hanya tata nilai dan budaya, tapi juga secara nyata memulai terjadinya transaksi elektronis, seperti transfer dana antar rekening bank melalui ATM dan Internet sebagai bagian proses pelayanan publik.
Menyiapkan sebuah portal sebagai ujung tombak pelaksanaan e-gov diperlukan untuk mengintegrasikan informasi dan jenis pelayanan dari berbagai organisasi pemerintah sehingga dapat membantu masyarakat dan stakeholder lainnya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Portal ini sebisa mungkin haruslah dapat membimbing segenap
lapisan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam menjelajah dunia informasi baik ditingkat Pusat, Provinsi ataupun Kabupaten / Kota. Portal yang baik biasanya menambahkan links kepada website lainnya dalam menyempurnakan pelayanan kepada masyarakat, menyediakan box untuk keluhan dan umpan balik, dan tentu saja juga di update secara berkala.
Beberapa konsep e-govt di berbagai negara telah memasukkan tahapan demokrasi digital yang memungkinkan partisipasi masyarakat serta system penghitungan suara dilaksanakan melalui perangkat telematika seperti pemilihan wakil rakyat, pemilihan gubernur dan presiden. Pemanfaatan e-govt untuk demokrasi membutuhkan waktu dan proses sosialisasi yang cukup lama untuk meyakinkan penduduk memberikan suaranya melalui sebuah mesin. Pelaksanaannya di beberapa negara maju sekalipun termasuk di Amerika Serikat sendiri, banyak mengalami hambatan dan kegagalan. Majalah Time Annual (2001) mempelesetkan semboyan negara bagian Florida setelah ricuhnya proses penghitungan komputer hasil pemilihan suara untuk menentukan presiden Amerika Serikat tahun 2000 yang lalu dengan, “Welcome to Flori-duh, land of changing chads, butterfly ballots and undervotes!”.
Meski demokrasi digital belum terlalu mendesak untuk dilaksanakan, langkah-langkah persiapan sudah selayaknya pula di ambil dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan telematika yang sudah cukup tinggi pada proses proses PEMILU dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 dan 2009 lalu
.
IV. KONDISI EKSISTING
Aplikasi e-govt dan Infrastruktur Di lihat dari pelaksanaan aplikasi e-govt, data dari Depkominfo (2005) menunjukkan bahwa hingga akhir tahun 2005 lalu Indonesia baru memiliki: (a) 564 domain go.id; (b) 295 website pemerintah pusat dan pemda; (c) 226 website telah mulai memberikan layanan publik melalui website; (d) dan 198 website pemda masih dikelola secara aktif. Beberapa pemerintah daerah (pemda) memperlihatkan kemajuan cukup berarti. Bahkan Pemkot Surabaya sudah mulai memanfaatkan e-govt untuk proses pengadaan barang dan jasa (eprocurement). Beberapa pemda lain juga berprestasi baik dalam pelaksanaan e-govt seperti: Pemprov DKI Jakarta, Pemprov DI Yogyakarta, Pemprov Jawa Timur, Pemprov Sulawesi Utara, Pemkot Yogyakarta, Pemkot Bogor, Pemkot Tarakan, Pemkab Kebumen, Pemkab. Kutai Timur, Pemkab. Kutai Kartanegara, Pemkab Bantul, Pemkab Malang.
Sementara itu dari sisi infrastruktur, layanan telepon tetap masih di bawah 8 juta satuan sambungan dan jumlah warung telekomunikasi (Wartel) dan warung Internet (Warnet) yang terus menurun karena tidak sehatnya persaingan bisnis. Telepon seluler menurut data Depkominfo tersebut telah mencapai 24 juta ss (diperkirakan posisi kwartal pertama 2006 telah mencapai kurang lebih 30 juta ss). Meski kepadatan telepon tetap di beberapa kota besar bisa mencapai 11% - 25%, kepadatan telepon di beberapa wilayah yang relatif tertinggal baru mencapai 0,2%. Jangkauan pelayanan telekomunikasi dalam bentuk akses telepon baru mencapai 65% desa dari total sekitar 67.800 desa yang ada di seluruh tanah air. Jumlah telepon umum yang tersedia hingga saat ini masih jauh dari target 3% dari total sambungan seperti ditargetkan dalam penyusunan Program Pembangunan Jangka Panjang II dahulu. Sementara itu jumlah pelanggan dan pengguna Internet masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia. Hingga akhir 2004 berbagai data yang dikompilasi Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) memberikan jumlah pelanggan Internet masih pada kisaran 1,5 juta, sementara pengguna baru berjumlah 9 juta orang. Rendahnya penetrasi Internet ini jelas bukan suatu kondisi yang baik untuk mengurangi lebarnya kesenjangan digital (digital divide) yang telah disepakati pemerintah Indonesia dalam berbagai pertemuan Internasional untuk dikurangi.

Kelembagaan, Regulasi, dan Kebijakan
Perkembangan dan pembangunan telematika memasuki babak baru pada awal tahun 2005 dengan digabungkannya Ditjen Postel yang dahulu berada di bawah Departemen Perhubungan kedalam Depkominfo. Satriya (2005) melihat penggabungan tersebut seyogyanya bisa mempercepat gerak pelaksanaan aplikasi e-govt di seluruh tanah air dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk penyediaan infrastruktur telematika yang sekaligus disinkronkan dengan berbagai aplikasi prioritas. Begitu pula dari sisi regulasi, sudah ada Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2003 tentang Strategi Pengembangan E-govt yang juga sudah dilengkapi dengan berbagai Panduan tentang e-govt seperti: Panduan Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah; Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan lain-lain.
Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh Depkominfo pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan e-govt di pusat dan daerah. Sayangnya beberapa peraturan payung yang diharapkan bisa segera selesai aturan pelaksanaan/turunan dari UU tentang Informasi, dan Transaksi Elektronik yang tahun 2008 disahkan. Dalam bidang kebijakan, kelihatannya pemerintah belum berhasil menyusun suatu langkah konkrit yang dapat menggerakkan berbagai komponen pemerintah (lintas sektor) untuk saling bekerja sama membangun dan menjalankan aplikasi yang memang harus disinergikan. Hingga sekarang pemanfaatan telematika untuk Kartu Tanda Penduduk, Perpajakan, Imigrasi, dan Kepegawaian yang sangat dibutuhkan dalam reformasi pemerintahan masih belum
terlaksana. Masih mahalnya tarif Internet, termasuk Broadband, rupanya telah mulai menarik perhatian Menteri Kominfo seperti diungkapkan beberapa waktu lalu dalam ajang Indo Wireless 2006 (Detik,14/3/06). Kombinasi pemanfaatan kapasitas telepon tetap eksisting dan berbagai teknologi nirkabel lainnya sudah seharusnya bisa didukung oleh system tarif yang sudah memanfaatkan kompetisi dalam sektor telematika ini. Begitu pula alternative penyediaan infrastruktur telematika di daerah terpencil, perbatasan, dan tertinggal masih belum bias memaksimalkan pemanfaatan dana Universal Service Obligation (USO) yang telah dikutip dari operator.

Rendahnya pemahaman e-govt.
Di samping berbagai kondisi yang kurang mendukung seperti diuraikan di atas, pengembangan e-govt di Indonesia menjadi bukti bahwa pemahaman akan potensi telematika, khususnya e-govt, masih rendah. Kondisi memprihatinkan ini terjadi di semua tingkatan dan jenis usaha, baik di birokrasi maupun swasta. Pemanfaatan e-govt untuk mengurangi terjadinya berbagai peristiwa penipuan, kriminal, hingga terror
yang berawal dari pemalsuan identitas seperti KTP dan paspor masih belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan. Begitu pula halnya dengan berbagai kasus penyelundupan dan penyalahgunaan dokumen kepabeanan justru semakin marak dan semakin canggih modus operandinya. Ribut-ribut masalah “surat sakti” atau “katabelece” Sekretaris Kabinet terkait dengan lokasi kedutaan besar kita di Korea Selatan mestinya tidak perlu terjadi jika e-govt sudah dimanfaatkan dalam proses penyusunan RAPBN. Pemanfaatan e-govt untuk proses
perencanaan anggaran yang melibatkan Depkeu, Bappenas, Departemen Teknis, dan DPR seharusnya sudah bisa menyediakan akses kepada masyarakat untuk melihat berbagai proyek yang akan dilaksanakan untuk tahun anggaran berjalan.
Meski dibanggakan dan dipromosikan langsung oleh Jubir Presiden, komentar miring publik atas situs pribadi Presiden dan beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu yang tidak bisa dibedakan dengan situs dinas juga, jelas menjadi barometer pemahaman dan leadership para pejabat di negeri ini. Dengan demikian, pelaksanaan e-govt yang tidak didukung oleh infrastruktur memadai, kurangnya pemahaman, visi dan misi yang konsisten, serta belum kondusifnya aturan regulasi dan kebijakan lintas sektor telah membuat pencapaian program
e-govt Indonesia masih berada pada tahap awal dan belum mencerminkan terlaksananya pertukaran “value”. Dengan demikian revitalisasi e-govt harus mampu secara jeli, efisien dan jitu (smart) untuk menemukenali pemasalahan dasar sehinga berbagai upaya dan dana yang telah dihabiskan dalam 7 tahun terakhir tidak sia-sia.

Revitalisasi E-govt
Memperhatikan berbagai kondisi pelaksanaan program e-govt seperti dibahas sebelumnya di atas, maka langkah untuk merevitalisasi e-govt Indonesia sudah tidak bisa ditunda lagi. Banyaknya dana yang sudah dihabiskan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Namun pelaksanaan proses revitalisasi juga tidak bisa dilakukan dengan tergesagesa dan tanpa konsep yang jelas. Revitalisasi yang dimaksudkan adalah serangkaian tindakan perencanaan dan penataanulang program
e-govt yang disesuaikan kembali dengan target pembangunan nasional dan sektor telematika dengan mengindahkan prinsip-prinsip dasar serta proses pentahapan e-govt tanpa menyia-nyiakan kondisi eksisting yang sudah dicapai.
Beberapa langkah yang bisa diambil dalam waktu dekat adalah sebagai berikut. Pertama, mensikronkan target-target pembangunan nasional dalam sektor telematika dengan beberapa program e-govt yang akan dilaksanakan di seluruh lembaga dan departemen. Langkah ini sekaligus sebagai proses evaluasi program e-govt yang pernah dijalankan di semua tingkatan. Kedua, meningkatkan pemahaman masyarakat, pelaku ekonomi swasta, termasuk pejabat pemerintahan atas potensi yang dapat disumbangkan program e-govt dalam mencapai target pembangunan nasional dan sektor telematika.
Selanjutnya, menyelesaikan berbagai program utama e-govt yang belum berhasil dilaksanakan, dan menyusun prioritas program e-govt yang dapat menciptakan lapangan kerja serta membantu penegakan praktek good governance dalam berbagai pelayanan publik.
Keempat, menambah akses dan jangkauan infrastruktur telematika bagi semua kalangan untuk mengutamakan pemanfaatan e-govt dalam segala aktifitas sosial ekonomi masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah menetapkan struktur tarif yang transparan dan terjangkau buat semua kalangan. Jika perlu dapat saja diberlakukan diferensiasi tarif untuk semua aplikasi e-govt. Berikutnya adalah alokasi dana e-govt perlu ditingkatkan yang disesuaikan dengan tahapan yang telah dicapai. Dana bisa berasal dari, RAPBN, kerjasama internasional atau juga dari swasta nasional. Terakhir, menetapkan hanya beberapa aplikasi e-govt pilihan –sebagai contoh sukses- yang menjadi prioritas pembangunan dan pengembangan sehingga terjadi efisiensi dalam pemberian pelayanan publik.
Evaluasi dan revitalisasi e-govt juga sangat diperlukan mengingat seperti diingatkan Kabani (2006) bahwa adalah suatu keharusan untuk melakukan proses perencanaan secara hati-hati dan untuk melakukan streamlining berbagai proses off-line sebelum melanjutkannya menjadi proses on-line. Sebagai tambahan, juga sangat penting diperhatikan agar instansi pemerintah untuk tidak melakukan proses otomatisasi berbagai inefisiensi.
Revitalisasi e-govt ini semakin dirasakan perlu ketika kita harus juga mempersiapkan diri menyambut berbagai perkembangan baru dalam globalisasi industri dan perdagangan dunia. Berbagai perkembangan teknologi telematika yang semakin konvergen juga membuat pemerintah harus terus menyiapkan berbagai regulasi dan kebijakan antisipatif dalam penyelenggaraan e-govt di berbagai sektor.

Sebetulnya inisiatif E-govt di Indonesia sudah dimulai sejak beberapa waktu yang lalu. Dalam inisiatif Nusantara 21, Telematika, dan saat ini Telematika versi dua (Tim Koordinasi Telematika Indonesia) topik E-govt sudah muncul. Inisiatif implementasi E-govt di Indonesia antara lain:
Penayangan hasil pemilu 2009 secara on-line dan real time.
RI-Net. Sistem ini menyediakan email dan akses Internet kepada para pejabat. Informasi lengkap dapat diperoleh di http://www.ri.go.id
V. HAMBATAN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN E-GOVT
Jika dilihat dari keterangan di atas, tentunya sangat diinginkan adanya E-govt di Indonesia. Ada beberapa hal yang menjadi hambatan atau tantangan dalam mengimplementasikan E-govt di Indonesia.
Kultur berbagi belum ada. Kultur berbagi (sharring) informasi dan mempermudah urusan belum merasuk di Indonesia. Bahkan ada pameo yang mengatakan: “Apabila bisa dipersulit mengapa dipermudah?”. Banyak oknum yang menggunakan kesempatan dengan mepersulit mendapatkan informasi ini.
Kultur mendokumentasi belum lazim. Salah satu kesulitan besar yang kita hadapi adalah kurangnya kebiasaan mendokumentasikan (apa saja). Padahal kemampuan mendokumentasi ini menjadi bagian dari ISO 9000 dan juga menjadi bagian dari standar software engineering.
Langkanya SDM yang handal. Teknologi informasi merupakan sebuah bidang yang baru. Pemerintah umumnya jarang yang memiliki SDM yang handal di bidang teknologi informasi. SDM yang handal ini biasanya ada di lingkungan bisnis / industri. Kekurangan SDM ini menjadi salah satu penghambat implementasi dari e-govt. Sayang sekali kekurangan kemampuan pemerintah ini sering dimanfaatkan oleh oknum bisnis dengan menjual solusi yang salah dan mahal.
Infrastruktur yang belum memadai dan mahal. Infrastruktur telekomunikasi Indonesia memang masih belum tersebar secara merata. Di berbagai daerah di Indonesia masih belum tersedia saluran telepon, atau bahkan aliran listrik. Kalaupun semua fasilitas ada, harganya masih relatif mahal. Pemerintah juga belum menyiapkan pendanaan (budget) untuk keperluan ini.
Tempat akses yang terbatas. Sejalan dengan poin di atas, tempat akses informasi jumlahnya juga masih terbatas. Di beberapa tempat di luar negeri, pemerintah dan masyarakat bergotong royong untuk menciptakan access point yang terjangkau, misalnya di perpustakaan umum (public library). Di Indonesia hal ini dapat dilakukan di kantor pos, kantor pemerintahan, dan tempat-tempat umum lainnya.
Hambatan-hambatan di atas sebetulnya tidak hanya dihadapi oleh Pemerintah Indonesia (atau pemerintah daerah) saja. Di negara lain pun hal ini masih menjadi masalah. Bahkan di Amerika Serikat pun yang menjadi pionir di dunia Internet masalah E-govt pun merupakan hal yang baru bagi mereka. Namun mereka tidak segan dan tidak takut untuk melakukan eksperimen. Sebagai contoh adalah eksperimen yang dilakukan di California dimana mereka masih mencoba meraba implementasi E-govt yang pas untuk mereka.

VI. INTEGRASI TEKNOLOGI INFORMATIKA KE DALAM PEMERINTAHAN
Seringkali Pemerintah kebingungan ingin memulai dari mana dikarenakan minimnya sumber daya (manusia, finansial) yang dimiliki oleh Pemerintah. Berbagai hal pun dapat dijadikan alasan untuk tidak mulai melangkah. Namun sebetulnya langkah awal yang harus dimulai adalah memberikan komitmen kepada peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan melalui media elektronik (seperti Internet) merupakan salah satu bentuk peningkatan pelayanan.
Salah satu contoh inisiatif yang paling mudah adalah mengumpulkan dan menayangkan informasi tentang kemampuan (potensi) daerah setempat. Informasi yang disediakan dapat berupa informasi umum seperti pemerintahan (siapa Gubernur, Walikota, alamat kantor pemerintahan, dan seterusnya), informasi perniagaan (komoditas apa saja yang ada, bagaimana syarat untuk membuka usaha, penyuluhan, perpajakan, informasi bagi investor asing, statistik bisnis setempat), informasi pendidikan (daftar perguruan tinggi, sekolah, tempat pelatihan dan kursus), informasi tentang kultur (bahasa yang digunakan sehari-hari, kesenian tradisional, hal-hal yang tabu dalam kehidupan setempat) dan bahkan informasi yang sederhana seperti tentang tempat rekreasi (dimana tempat memancing, snorkling).
Jenis-jenis informasi di atas masih harus diuji kembali kebutuhannya dan prioritasnya. (Informasi apa yang paling dicari oleh masyarakat? Jawabannya dapat dilihat dari daftar servis yang paling sering dikunjungi,) Mengimplementasikan hal ini tidak susah karena informasi sudah tersedia. Tinggal ada atau tidaknya kemauan untuk mengorganisir informasi ini secara online. Memang sebelum melakukan hal di atas, sebaiknya dilakukan kegiatan perencanaan (planning).
Langkah selanjutnya bisa diteruskan dengan menyediakan fasilitas umpan balik (feedback) bagi masyarakat untuk bertanya dan mengirimkan kritik. Misalnya, masyarakat dapat melaporkan jalan yang rusak di tempat tertentu. Hal ini dapat pula ditanggapi oleh kelompok masyarakat yang lain yang dapat berbagi informasi atau pengalaman mereka dalam mengelola lingkungannya. Dengan demikian pemerintah memberdayakan masyarakat.
Langkah-langkah ini dapat ditingkatkan kepada hal-hal yang lebih canggih seperti layanan transaksi (mendaftarkan perusahaan, membayar pajak) sampai ke layanan pemilihan umum secara online. Namun untuk mencapai hal ini harus dimulai dengan langkah kecil dahulu.
E-govt juga tidak hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah saja. Masyarakat umum dapat membantu pemerintah dalam hal mengumpulkan data dan mengorganisirnya (atau bahkan ikut serta dalam meng-online-kannya). Tenaga teknis yang handal dapat membantu pemerintah setempat dalam setup server dan access point di berbagai tempat.
Komponen-komponen dalam integrasi teknologi informasi ke dalam bisnis, komponen tersebut menekankan pada tujuan yaitu Service Excellent, Revenue, Risk dan Fraud. Pada komponen service excellent dapat dilihat pada online services yaitu bagaimana pemerintah menjalankan fungsinya ke luar baik itu masyarakat maupun kepada pelaku bisnis. Tetapi yang terpenting disini adalah pemerintah menawarkan pelayanan yang lebih sederhana dan mudah kepada pihak yang terkait, contohnya seperti pembayaran retribusi, pajak properti atau lisensi. Sehingga service excellent akan berdampak pada revenue dari pembayaran online service tersebut.
Komponen service excellent dapat dilihat pada e-govt yang diterapkan didalamnya lebih menekankan pada public services atau pelayanan untuk publik (dalam pengertian ini berarti masyarakat), dimana diwujudkan pada pelayanan dari pemerintah kepada warga negara secara online seperti dalam situs portal pemerintah (http://www.indonesia.go.id/) dan warga negara bisa mendapatkan informasi dan pelayanan dari pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota dalam situs tersebut. Selain itu e-govt lebih ditekankan pada kebebasan warga negaranya untuk memilih tempat dan waktu dalam mengakses informasi dan mempergunakan layanan pemerintah.
Menurut pendapat saya, hal yang terpenting dalam pengembangan e-govt adalah penyusunan pondasi yang kuat di ke dua belah pihak yaitu aparat pemerintah dan masyarakat pengguna pelayanan. Sebaik apapun tampilan pelayanan yang dilakukan secara online tidak akan efektif jika para pengguna tidak menguasai bagaiman cara menggunakan pelayanan tersebut. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang dijiwai oleh nilai-nilai good governance, pemerintah harus mempersiapkan sarana dan prasarana yang terjangkau oleh masyarakat, bukan malah membebani masyarakat layanan yang terbaik akan mempersingkat jarak tempuh dan waktu pelaksanaan pelayanan publik.
Pada komponen revenue dapat dilihat pada banyaknya kebutuhan masyarakat yang sifatnya nyata (tangible) dalam arti masyarakat memerlukan pelayanan publik yang dilakukan secara langsung bertatap muka dengan petugas dilapangan sehingga tidak sesuai jika dilakukan melalui pelayanan online. Pelayanan yang sekarang sudah diberlakukan dibeberapa kabupaten dan kota di Indonesia hanya mampu di nikmati oleh kalangan tertentu seperti kalangan akademisi, dan profesional swasta, sedangkan petani, pedagang, atau buruh serabutan jauh dari sasaran pelaksanaan e-government. Kebutuhan masyarakat kecil tidak banyak yang dapat dipenuhi dari sistem pelayanan e-government. Tujuan penghematan biaya produksi dalam melakukan pelayanan publik belum menjadi jaminan efektif. Pada intinya pelayanan masyarakat yang dibutuhkan adalah pelayanan yang segera mungkin dapat di selesaikan, mungkin efektif bagi anggaran aparatur pemerintah, tetapi bagi masyarakat justru harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menerima pelayanan publik. Selain itu Pemerintah daerah dapat mempromosikan potensi daerah, sehingga akan menambah revenue dari sektor ekonomi dan pariwisata.
Pada komponen risk, penerapan e-govt yaitu mencapai suatu tata pemerintahan yang baik (good governance). Pengertian dari tata pemerintahan yang baik (good governance) menurut UNDP seperti yang dinyatakan dalam Dokumen Kebijakan UNDP yang diterbitkan pada bulan Januari 1997. "penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan menyangkut seluruh mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka." Sehingga risk akan diminimalisir dengan suatu adanya transparansi, transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga membangun konsensus, tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
Pada konsep fraud, akan terlihat pada e-govt yang akan mendapatkan human acceptance dengan adanya resistensi dari penduduk Indonesia terutama yang berada di pedesaan. 75% wilayah Indonesia terdiri atas pedesaan, sehingga diperlukan sosialisasi dan komitmen menyeluruh dari seluruh aparat pemerintahan terutama yang berada di tingkat pedesaan. Untuk mengatasi fraud tersebut, diperlukan juga adanya perubahan budaya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari yang mulai menggunakan perangkat digital untuk berbagai keperluan. Sebagai solusi yang mungkin dapat mengatasi keterbatasan masyarakat mengakses pelayanan e-govt adalah, pemerintah menyediakan tempat khusus dilaksanakannya pelayanan secara online dimana tersedia petugas yang mendampingi masyarakat dalam mengakses pelayanan publik. Mungkin semacam warnet umum yang khusus mengakses pelayanan online yang disediakan pemerintah tanpa dipungut biaya.

.
VIII KESIMPULAN
Memperhatikan perkembangan pelaksanaan e-govt di Indonesia serta hasil-hasil yang telah dicapai hingga saat ini, maka mau tidak mau konsep dan strategi pelaksanaan e-govt membutuhkan penyempurnaan di berbagai sisi. Penundaan pelaksanaan revitalisasi e-govt hanya akan menjauhkan negeri ini dari cita-cita reformasi yang sebenar-benarnya, yaitu memperbaiki mutu pelayanan publik kepada seluruh masyarakat serta pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka melalui peningkatan efisiensi birokrasi.
Pelaksanaan revitalisasi e-govt harus memperhatikan kesiapan pemerintah dan masyarakat, sesuai prinsipprinsip dasar serta bertahap.
REFERENCES
[1] The World Bank Group, “E*Government Definition”.
http://www1.worldbank.org/publicsector/egov/definition.htm
Dikunjungi 14 Mei 2001.
[2] Legislative Analyst’s Office, “E-Government in California: Providing Services to Citizens Through the Internet”, 24 January 2001.
http://www.lao.ca.gov/2001/012401_egovernment.html
Dikunjungi 14 Mei 2001.
[3] The Source Public Management Journal memiliki beberapa artikel yang berhubungan dengan e-government.
http://www.sourceuk.net/sectors/egovernment
Dikunjungi 14 Mei 2001.
[4] Wescott, Clay, E-Government: Enabling Asia-
Pacific Governments and Citizents to do Public
Business Differently, Paper presented at Asian
Development Forum, Bangkok,14 June 2001
[5] Perkembangan E-Government di Indonesia : Bastian, Bappenas, 2003
[6] Membangun E-Government : Budi Rahardjo, ITB, 2001.
[7] Pentingnya Revitalisasi E-Government di Indonesia : Eddy Satriya, Kemenko Perekonomian, 2006.
[8] Search Engine www.Google.com menghasilkan banyak entry untuk search dengan kunci (keyword) “e-government”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar