Sabtu, 04 Desember 2010

Analisis Wikileaks : Peran Sentral Indonesia di ASEAN



Sampai tulisan ini saya buat (Sabtu,4 Desember 2010, 11;20 WIB) sudah 683 dari 251.287 kawat diplomatik Amerika Serikat (US Cable) yang diupload di situs www.wikileaks.org.
Sejauh ini hanya 3 dokumen tentang Indonesia yang dipublikasikan.
Apabila kita melihat kawat diplomatik berdasarkan klasifikasinya (cables by classification), maka akan terdapat kategori :
15,652 berklasifikasi rahasia (secret)
101,748 berklasifikasi terbatas (confidential)
133,887 tidak berklasifikasi (unclassified)

Sedangkan untuk kawat diplomatik berdasarkan asal negara (cables by origin), maka Indonesia menempati peringkat 16 dari 274 kedutaan, konsulat dan misi diplomatik. Namun yang paling menarik untuk disimak yaitu peringkat Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN. Indonesia menduduki peringkat ke-1 dengan jumlah 3.226 kawat diplomatik (Kedubes AS di Jakarta dan Konjen di Surabaya). Coba saja bandingkan dengan (sumber:www.thejakartaglobe.com/home/southeast-asia-wikileaks-in-numbers/409069):
US Embassy Bangkok= 2.941
US Embassy Rangoon= 1.854
US Embassy Manila = 1.796
US Embassy Kuala Lumpur= 994
US Embassy Phnom Penh= 777
US Embassy Singapore= 704
US Embassy Dili = 390
US Embassy Bandar Seri Begawan = 256



Memang kawat diplomatik tentang Indonesia (khususnya Kedubes AS di Jakarta) tidak banyak yang rahasia yaitu :
3,5% (107 dokumen) adalah Secret
48% (1468 dokumen) adalah Confidential
48,5% ( 1484 dokumen) adalah Unclassified

Namun dari jumlah kawat diplomatik berklasifikasi rahasia sebanyak 3,5% itu, sudah yang paling tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. Menurut RUU Rahasia Negara, apabila kawat klasifikasi rahasia bocor, maka akan terganggunya fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, dan/atau ketertiban umum. Sedangkan kawat yang berklasifikasi terbatas jika bocor, akan berakibat terganggunya pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga pemerintahan. Sehingga apabila digabung maka jumlahnya mencapai 1.575 kawat diplomatik.
Kita belum mengetahui rincian kawat tersebut, apabila dihitung dari statistik kawat diplomatik per tahun, maka untuk kurun waktu tahun 1966 - 2010, terdapat 35 kawat diplomatik yang berklasifikasi rahasia/terbatas. Jika dihitung per bulan, maka terdapat 3 kawat diplomatik yang berklasifikasi rahasia/terbatas. (cukup santai juga code officernya :-)).



Amerika Serikat menilai peran sentral Indonesia di ASEAN, dibuktikan dengan adanya korelasi jumlah kawat diplomatik diantara negara ASEAN. Indonesia sebagai negara terbesar ke-4 jumlah penduduknya di dunia, kemudian dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dan negara demokrasi peringkat 3 di dunia, menjadikan arti strategisnya Indonesia di mata Amerika Serikat.

Pada KTT ke-17 ASEAN di Hanoi yang juga dihadiri oleh Presiden Korea Selatan, PM China, PM Jepang dan PM Selandia Baru yang berakhir pada tanggal 30 Oktober 2010, kehadiran presiden SBY di Hanoi yang pada saat itu harus bolak-balik ke Padang-Hanoi, memang sangat dibutuhkan. Indonesia sedang mengalami bencana Mentawai dan Merapi, namun pertemuan puncak para pemimpin ASEAN seperti kehilangan ruhnya apabila presiden SBY tidak hadir. Indonesia sebagai pendiri ASEAN, secara konsisten menjanakan politik luar negerinya dengan baik di ASEAN. Kehadiran Indonesia di KTT ASEAN dan pertemuan tingkat tinggi sebagai big brother di kawasan Asia Tenggara, peran Indonesia sangat dominan. Selain itu, Indonesia menjadi Ketua ASEAN 2011 kehadiran SBY sangat penting guna menyampaikan visi ASEAN dalam menuju terbentuknya Komunitas ASEAN 2015.

Sayangnya peran penting dan strategis tersebut nampaknya belum berjalan sebagaimana mestinya, hal ini dikarenakan adanya beberapa kendala seperti adanya gerakan anti amerika, permasalahan free port di Papua, sehingga Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara Asia lainnya. Macan Asia sepertinya masih belum melekat untuk julukan Indonesia, seiring dengan masih banyaknya masalah dalam negeri yang lebih prioritas dilakukan yaitu kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kesehatan, transportasi dan penanggulangan bencana.

Tentunya permasalahan dalam negeri akan berdampak pada hubungan internasional, sehingga perlunya payung hukum untuk melindungi kebijakan luar negeri Indonesia yang akan disampaikan melalui kawat diplomatik (dalam konteks pengamanan informasi rahasia negara). Pentingnya konsep pengamanan sistem informasi strategis dalam kerangka sistem persandian negara menjadi perhatian yang selayaknya dijadikan prioritas pemerintah dalam mengantisipasi kasus wikileaks.

Sebagai contoh, pembatalan kunjungan Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, ke Indonesia dan sampai terjadi beberapa kali. Pada contoh tersebut, akan ada komunikasi kawat diplomatik dari Gedung Putih AS dengan Kedubes AS di Jakarta. Sehingga terdapat legalitas dari kawat diplomatik tersebut yang dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun kadang kala negara yang dilaporkan keberatan atas efek yang terjadi dari kawat tersebut. Pastinya isi dan bentuk Kawat Diplomatik adalah sangat rahasia dan cenderung menjadi sebuah aksi intelijen.

Menyimak dari bocornya sebuah kerahasiaan negara dan diungkap ke khalayak umum, sepertinya kita harus lebih banyak belajar tentang bagaimana sifat suatu dokumentasi terutama dalam penyimpanan data atau arsip rahasia negara. Namun lebih dari itu, laporan banyaknya tentang Indonesia juga semakin menegaskan penting dan harus kuatnya dinas intelijen Indonesia terhadap segala aksi memata matai oleh pihak pihak asing.

Menurut Sekretaris Fraksi PAN (Teguh Juwarno) di http://ekonomi.inilah.com/read/ detail/1026412/dokumen-rahasia-jebol-sandi-negara-ceroboh?sms_ss=facebook&at_xt=4cf9c36237598985,0, mengatakan bocornya dokumen rahasia AS itu menjadi bukti agar lembaga intelijen Indonesia segera melakukan evaluasi.

"Negara sehebat Amerika saja bisa bobol, apalagi lembaga sandi negara kita yang terkenal sangat ceroboh," tukasnya.

Pernyataan tersebut nampaknya menjadi koreksi bersama, apakah Pemerintah dan DPR RI telah menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik???
Let's wait and see...

1 komentar:

  1. pasca 11 sept, bermunculan banyak badan baru intelijen AS, komunitas intelijen menjadi terlalu gemuk scr personil dan organisasi, selain itu banyak agen intelijen AS yang memanfaatkan internet untuk berkomunikasi dan bahkan rekruitmen agen baru. Hal ini membuat kendali dan komando intelijen AS mnjadi sulit. Hal-hal inilah yang dimanfaatkan wikileaks, melalui peretasan ke jalur komunikasi komunitas intelijen AS (intellipedia, wikiscanners,etc) dan eksploitasi SIPRN (secret internet protocol router network); melalui social engineering memanfaatkan kelemahan rekruitmen baru, dan memanfaatkan human error agen2 AS yang terlena fenomena social network (fesbuk/twiter); memanfaatkan dukungan dan informasi dari berbagai lembaga non-pemerintah dan aktivis HAM yang sepaham dengan prinsip kebebasan informasi dan penegakan HAM.

    Namun menurut saya, kebocoran kawat2 rahasia AS ini bukan karena kriptanalisa atau bruteforcing, tidak sama sekali, AS bukan negara yang lemah di bidang kripto. Assange dan timnya harus memiliki supercomputer sebesar google.inc untuk bs mengupas enkripsi kedubes2 AS. Tidak, kesalahan fatal ada pada sistem (baru) institusi intelijen AS pasca 11 sept yang membuka banyak peluang dan kelemahan baik secara human, prosedur maupun teknis. Tp itu hanya pendapat saya. Setuju kata om judex, Lets wait n see.. CMIIW.

    BalasHapus