Minggu, 20 Februari 2011

Kisruh Kekuasaan Para Rektor



Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur Pada Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah, menuai banyak kritikan dalam implementasinya. Apabila kita mencermati setiap pasal pada Permendiknas tersebut, maka dapat disimpulkan sudah adanya demokratisasi dalam pengangkatan rektor/ketua/direktur mulai dari penjaringan, pemilihan, pengangkatan sampai pemberhentian.

Namun Forum Rektor Indonesia melalui Sekjen dan Dewan Kehormatan mengatakan keberatan dengan Permendiknas tersebut. Keberatan mereka terdapat pada Pasal 6 Ayat (2) yang berbunyi :
"Pemilihan Rektor/Ketua/Direktur sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan melalui pemungutan suara secara tertutup dengan ketentuan:
1. Menteri memiliki 35% (tiga puluh lima persen) hak suara dari total pemilih; dan
2. Senat memiliki 65% (enam puluh lima persen) hak suara dan masing-masing anggota Senat memiliki hak suara yang sama."



Forum Rektor menilai Mendiknas mengebiri otonomi kampus yang dimiliki oleh perguruan tinggi dan tidak demokratis dalam menentukan nasib universitas. Hak suara kepada Mendiknas sebesar 35% suara dalam pemilihan rektor tidak tepat karena yang paling tahu siapa yang tepat memimpin universitas adalah dari kalangan senat kampus sendiri dan ditakutkan bisa mempengaruhi indepensi rektor. Besarnya hak suara yang dimiliki Menteri membuat rektor terpilih dikhawatirkan menjadi penurut dengan kebijakan menteri. Selain itu rawan terhadap politisasi kampus, hal ini bisa terjadi bila suatu saat Mendiknas dijabat dari orang partai. Pemilihan rektor tentu akan didasarkan dari kepentingan parpol menteri.

Permendiknas yang dikeluarkan pada tanggal 4 Oktober 2010 ini menjadi polemik setelah dinilai mengkhawatirkan karena adanya upaya politisasi kampus-kampus. Hal ini terkait dengan adanya intervensi Mendiknas dalam Pemilihan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) periode 2011-2015 pada Bulan Januari 2011. Sejumlah guru besar ITS juga mengeluhkan adanya intervensi Mendiknas dalam pemilihan rektor. Dalam proses pemilihan yang dilakukan senat ITS, rektor incumbent Prof Ir Priyo Suprobo unggul dengan perolehan 60 suara. Sementara dua kandidat lainnya, Prof DR Triyogi Yuwono mendapat 39 suara. Dan Prof Daniel M Rosyid hanya 3 suara. Dengan keluarnya Permendiknas, justru menetapkan Prof DR Triyogi Yuwono sebagai rektor ITS periode 2011-2015.



Setelah didebat oleh Forum Rektor, Mendiknas pernah menjelaskan hal tersebut dengan alasan bahwa sistem pemilihan rektor saat ini sudah lebih baik dibanding sistem sebelumnya yang kewenangannya 100% berada di tangan Tim Penilai Akhir (TPA), yang terdiri dari Presiden dan wakilnya. Pada sistem terdahulu, hasil pemilihan dikirim ke TPA berdasarkan ranking, rata-rata yang peraih suara terbanyak yang jadi Rektor, terkecuali dalam pemilihan Rektor ITB beberapa tahun lalu.

Permendiknas tersebut juga dipermasalahkan karena surat pengesahan rektor yang ditandatangani oleh Mendiknas, Forum Rektor menuntut dikembalikan ke posisi sebelumnya, yakni SK pengangkatan rektor ditandatangani oleh Presiden. Hal ini akan mendekatkan jarak antara rektor-rektor dengan pemerintah dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi rektor.

Kita tunggu saja kelanjutan nasib dari Permendiknas tersebut, pastinya Komisi X DPR RI juga akan memanggil Mendiknas terkait masalah ini. Memang selama ini Mendiknas banyak menuai kritikan atas kebijakannya, setelah Undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi, sekarang Permendiknas Nomor 24 tahun 2010. Kedua peraturan tersebut, pada intinya adalah masalah perebutan kekuasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar